Minggu, 06 November 2016

Merinding Bacanya! Kalau Punya Nyali, Baca Kisah ini Bareng Pasanganmu...


KabarTrend - Empat tahun waktu lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering saya bertanya­tanya, bagaimana kondisi istriku sekarang di alam surgawi, baik­baik sajakah? Dia pasti begitu sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yg tak dapat mengurusi rumah dan seseorang anak yang masihlah demikian kecil. Demikianlah yang kurasakan, lantaran sampai kini saya terasa kalau saya telah tidak berhasil, tidak bisa penuhi keperluan jasmani dan rohani anakku, serta tidak berhasil untuk jadi ayah dan ibu untuk anakku.

Disuatu hari, ada permasalahan utama di tempat kerja, saya harus selekasnya pergi ke kantor, anakku masihlah tertidur. Ohhh saya harus sediakan makan buat dia. Karena masihlah ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.

Setelah memberitahukan anakku yang masihlah mengantuk, lalu saya bergegas pergi ke tempat kerja.
Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar­benar terkuras. Sehari waktu saya pulang kerja saya terasa sangat capek, sesudah bekerja selama seharian. Cuma sepintas saya memeluk dan mencium anakku, saya segera masuk ke kamar tidur, dan melupakan makan malam. Namun, saat saya merebahkan tubuh ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sebentar menyingkirkan kepenatan, tiba­tiba saya terasa ada suatu hal yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Saya buka selimut danâ? ¦.. di sanalah sumber “masalah”nya â? ¦ satu mangkok yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Ohâ? ¦Tuhan! Saya demikian geram, saya mengambil gantungan baju, serta segera menghujani anakku yang tengah senang bermain dengan mainannya, dengan pukulan­pukulan! Dia cuma menangis, sedikitpun tak meminta belas kasihan, dia hanya berikan keterangan singkat : “Ayah, tadi saya merasa lapar dan tak ada lagi bekas nasi. Tetapi bapak belum pulang, jadi saya menginginkan memasak mie instan. Saya ingat, ayah pernah menyampaikan tidak untuk menyentuh atau memakai kompor gas tidak ada orang dewasa di sekitaran, jadi saya menyalakan mesin air minum ini dan memakai air
panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi buat saya.

Karena saya takut mie”nya akan jadi dingin, jadi saya menyimpannya di bawah selimut supaya tetaplah hangat sampai bapak pulang. Tetapi saya lupa untuk mengingatkan ayah lantaran saya tengah bermain dengan mainanku, saya mohon maaf, ayah â? ¦ ”

Saat itu juga, air mata mulai mengalir di pipiku, tetapi, saya tidak mau anakku saksikan ayahnya menangis jadi saya lari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku. Setelah sebagian lama, saya hampiri anakku, kupeluknya dengan erat dan berikan obat padanya atas luka sisa pukulan dipantatnya, lalu saya membujuknya untuk tidur. Lalu saya bersihkan kotoran tumpahan mie ditempat tidur. Waktu semuanya sudah usai dan lewat tengah malam, saya melalui kamar anakku, dan saksikan anakku masihlah menangis, bukanlah lantaran rasa sakit di pantatnya, namun lantaran dia tengah saksikan photo ibu yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu mulai sejak peristiwa itu, saya cobalah, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberikannya kasih sayang seseorang bapak dan juga kasih sayang seseorang ibu, dan memperhatikan semuanya kebutuhannya. Tanpa ada terasa, anakku sudah berumur tujuh th., serta bakal lulusdari Taman Kanak­kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tak meninggalkan masa lalu buruk di
waktu kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia. Namun, belum lama, saya telah memukul anakku lagi, saya benar­benar menyesal.

Guru Taman Kanak­kanaknya memanggilku dan memberitahu bila anak saya tidak hadir dari sekolah. Saya pulang kerumah lebih awal dari kantor, saya mengharapkan dia bisa menerangkan. Tetapi ia tak ada di rumah, saya pergi mencari di sekitaran rumah kami, memangil­manggil namanya dan pada akhirnya temukan dirinya di satu toko alat tulis, tengah bermain computer game dengan senang. Saya berang, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan­pukulan. Dia diam saja lantas menyampaikan, “Aku mohon maaf, ayah”.

Selang beberapa lama saya selidiki, nyatanya ia tidak hadir dari acara “pertunjukan bakat” yang diadakanoleh sekolah, karena yg diundang yaitu siswa dengan ibunya. Dan tersebut argumen ketidakhadirannya lantaran ia tak punyai ibu. Sekian hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahuku, bila disekolahnya mulai diajarkan langkah membaca dan menulis. Sejak mulai saat itu, anakku semakin banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, saya meyakini, apabila istriku masih tetap ada dan memandangnya ia akan merasa bangga, sudah pasti dia buat saya bangga juga! Waktu berlalu begitu cepat, setahun telah melalui. Namun astaga, anakku bikin persoalan lagi.

Waktu saya tengah menyelasaikan pekerjaan di hari­hari terakhir kerja, tiba­tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat tengah alami puncaknya, tukang pos juga tengah sibuk­sibuknya, kondisi hati mereka juga jadi kurang bagus. Mereka menelponku dengan geram­marah, untuk memberitahukan bila anakku sudah kirim sebagian surat tanpa ada alamat. Meskipun saya sudah berjanji tidak untuk pernah memukul anakku lagi, namun saya tidak dapat menahan diri tidak untuk memukulnya lagi, karena saya terasa bila anak ini sudah benar­benar keterlaluan. Tetapi sekali lagi, seperti terlebih dulu, dia mohon maaf : “Maaf, ayah”.

Tak ada penambahan satu kata juga untuk menerangkan argumennya lakukan itu. Kemudian saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat­surat tanpa ada alamat itu lalu pulang. Sesampai dirumah, dengan geram saya mendorong anakku ke pojok mempertanyakan padanya, perbuatan konyol terlebih ini? Apa yang ada dikepalanya? Jawabannya, di dalam isak­tangisnya, yaitu : “Surat­surat itu untuk ibuâ? ¦.. ”.

Tiba­tiba mataku berkaca­kaca. â? ¦. namun saya coba mengendalikan emosi dan senantiasa ajukan pertanyaan kepadanya : “Tapi mengapa anda memposkan demikian banyak surat­surat, pada saat yg sama? ” Jawaban anakku itu : “Aku telah menulis surat buat ibu untuk waktu yang lama, tetapi setiap saat saya ingin mencapai kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, hingga saya tidak dapat memposkan surat­suratku.

Tetapi baru­baru ini, saat saya kembali pada kotak pos, saya dapat meraih kotak itu dan saya kirimnya sekaligus”. Setelah mendengar penuturannya ini, saya kehilangan kata­kata, saya bingung, tidak paham apa yang perlu saya kerjakan, dan apa yang perlu saya katakan. Saya katakan pada anakku, “Nak, ibu sudah ada di surga, jadi untuk setelah itu, apabila anda akan menuliskan suatu hal untuk ibu, cukup hanya membakar surat itu jadi surat bakal hingga pada mommy. Sesudah mendengar hal semacam ini, anakku jadi lebih tenang, serta selekasnya kemudian, ia dapat tidur dengan pulas. Saya berjanji akan membakar surat­surat atas namanya, jadi saya membawa surat­surat itu ke luar, tapiâ? ¦. saya jadi penasaran tidak untuk buka surat itu sebelumnya mereka beralih jadi abu. Dan satu diantara isi surat­suratnya membuat hati saya hancur “ibu sayang”, Saya demikian merindukanmu! Hari ini, ada satu acara “Pertunjukan Bakat” di sekolah, dan mengundang semuanya ibu untuk ada di pertunjukan itu.

Namun anda tak ada, jadi saya tidak mau menghadirinya juga. Saya tdk memberitahukan ayah mengenai hal semacam ini lantaran saya takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi. Saat itu untuk sembunyikan kesedihan, saya duduk di depan computer dan mulai bermain game di satu diantara toko. Bapak keliling­keliling mencariku, setelah menemukanku ayah geram, dan saya cuma bisa diam, bapak memukul saya, namun saya tak bercerita argumen yang sesungguhnya. Ibu, sehari-hari saya lihat ayah merindukanmu, setiap saat dia teringat kepadamu, ia demikian sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Saya fikir kita berdua begitu sangat merindukanmu.

Begitu berat untuk kita berdua. Tetapi bu, saya mulai melupakan wajahmu. Dapatkah ibu nampak dalam mimpiku hingga saya bisa saksikan wajahmu dan ingat anda? Rekanku katakan apabila kau tertidur dengan photo orang yang anda rindukan, jadi anda akan saksikan orang itu dalam mimpimu. Tetapi ibu, mengapa engkau tak pernah nampak?

Sesudah membaca surat itu, tangisku tak dapat berhenti karena saya tak pernah bisa menukar kesenjangan yg tidak dapat digantikan sejak ditinggalkan oleh istriku Note : Untuk beberapa suami dan laki­laki, yang sudah dianugerahi seseorang istri/pasangan yang baik, yang penuh kasih pada anak­anakmu senantiasa berterima­kasihlah sehari-hari pada istrimu. Dia telah ikhlas menggunakan bekas umurnya untuk temani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, melindungi dan menyayangi dirimu dan anak­anakmu. Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia selama hidupmu dengan semuanya kekurangan dan keunggulannya, karena jika engkau sudah kehilangan dia, tak ada emas permata, intan berlian yang dapat menggantikannya.


sumber : islamberdakwah.com

Previous
Next Post »

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.